nusakini.com-- Karena nila setitik, rusak susu Sebelanga. Peribahasa itulah yang dipakai Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk menggambarkan kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Menurut Tjahjo, dari 500 lebih kepala daerah yang ada di Indonesia, ada beberapa berbuat lancung, lalu kena kasus. Kebanyakan korupsi. Tapi, masih banyak juga yang bersih dan punya integritas. 

Tapi karena beberapa orang itulah, pada akhirnya yang banyak pun kena getahnya. Ikut dinilai rusak. Padahal yang berbuat culas, hanya segelintir. Tapi seperti peribahasa, karena nila setitik, rusak sebelanga. Hanya karena beberapa orang kepala daerah korupsi, semua kepala daerah kena getahnya. Dipandang sama saja. Mestinya jangan dipukul rata. 

"Jangan dipukul rata, kasuistis. Ada 500 lebih kepala daerah, walau pun 500 lebih itu satu orang saja sudah ibarat nila setitik, rusak susu sebelanga," kata Tjahjo pada para wartawan usai menghadiri Sidang Kabinet Paripurna tentang Rencana Kerja Pemerintahan Di Istana Negera, kemarin.

Tentu, sebagai Mendagri, ia sangat sedih dan prihatin. Apalagi Presiden Jokowi dalam setiap kesempatan bertemu dengan kepala daerah selalu mengingat, hati-hati dalam mengelola keuangan daerah. Mengingatkan untuk memahami area rawan korupsi. " Kami juga terus menerus mengingatkan untuk menghindari area rawan korupsi khususnya perencanaan anggaran, belanja barang dan jasa, jual beli jabatan," katanya. 

Tjahjo pun minta kepada kepala daerah yang sedang kena kasus, untuk kooperatif dengan penegak hukum. Saat ditanya, apakah dukungan partai bisa ditarik dari calon kepala daerah yang tersandung kasus, menurut Tjahjo tentu ada aturannya. Partai pendukung bisa mencabut dukungan kalau calon itu sakit atau berhalangan tetap. 

"Atau sudah mendapatkan keputusan hukum tetap, ini kan belum. Kan sudah ditetapkan tadi. Tahun lalu ada calon yang sudah tersangka masuk ke penjara ikut ke Pilkada, menang. Begitu ada keputusan hukum, dia salah ya sudah," kata Tjahjo. 

Wartawan juga sempat menanyakan, apakah para kepala daerah yang kena kasus korupsi sekarang, karena sedang butuh dana untuk Pilkada? Tjahjo menjawab, ada yang seperti itu. Tapi sifatnya kasuistis. Namun bisa karena itu juga motifnya. Karena itu ia mengingatkan, para kandidat yang maju Pilkada, hendaknya menjauhi cara-cara kotor dalam berkompetisi. Misalnya, melakukan politik uang, atau kampanye hitam bernuansa SARA, ujaran kebencian dan fitnah. 

"Itu yang kemarin sudah kita deklarasi dengan KPU, Bawaslu yang diinisiasi oleh Bawaslu, dimana Bawaslu punya kewenangan untuk menindak dengan tegas apapun bentuk yang berhubungan dengan politik uang, kampanye yang berujar kebencian, SARA dan fitnah," katanya.(p/ab)